Suhail Bin ‘Amar | Kisah-Kisah Teladan
Kisah.web.id |
Tatkala ia Jatuh menjadi tawanan Muslimin di perang Badar, Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu mendekati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam katanya: — ‘Wahai Rasulullah …,biarkan saya cabut dua buah gigi muka Suheil bin ‘Amar hingga ia tidak dapat berpidato menjelekkan anda lagi setelah hari ini … !”·
Ujar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam: “Jangan wahai Umar! Saya tak hendak merusak tubuh seseorang, karena nanti Allah akan merusak tububku, walaupun saya ini seorang Nabi .. !” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menarik Umar ke dekatnya, lalu katanya: – “Hai Umar! Mudah-mudahanI esok, pendirian Suheil akan berubah menjadi seperti yang kamu sukai ,.. !”
Hari-hari pun berlalu, hari berganti hari …,dan nubuwwah Rasulullah muncul menjadi kenyataan … i Dan Suheil bin ‘Amar seorang ahli pidato Quraisy yang terbesar, beralih menjadi seorang ahli pidato uIung di antara ahli-ahli pidato Islam serta dari seorang musyrik yang fanatik berbalih menjadi seorang Mu’min yang taat, yang kedua matanya tak pernah kering dari menangis disebabkan takutnya kepada Allah ‘Azza wa Jalla ! Dan salah seorang pemuka Quraisy serta panglima tentaranya berganti haluan menjadi prajurit yang tangguh di jalan Islam … ;seorang prajurit yang telah berjanji terhadap dirinya akan selalu ikut berjihad dan berperang, sampai ia mati dalam peperangan itu, dengan harapan Allah akan mengampuni dosa-dosa yang telah diperbuatnya …!
Nah, siapakah dia orang musyrik berkepala batu yang kemudian menjadi seorang Muslim yang bertaqwa dan menemui syahidnya itu … ? Itulah dia Suheil bin ‘Amar… ! Salah seorang pemimpin Quraisy yang terkemuka dan cerdik pandainya dapat dibanggakan ….. Dan dialah yang diutus oleh kaum Quraisy untuk meyakinkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam agar membatalkan rencananya memasuki Mekah waktu peristiwa Hudaibiyah … !
Di akhir tahun keenam Hijrah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Bersama para shahabatnya pergi ke Mekah dengan tujuan berziarah ke Baitullah dan melakukan ‘umrah — jadi bukan dengan maksud hendak berperang – tanpa mengadakan persiapan untuk peperangan keberangkatan mereka ini segera diketahui oleh Quraisy, hingga mereka pergi menghadang mereka hendak menghalangi Muslimin mencapai tujuan mereka. Suasana pun menjadi tegang dan hati Kaum Muslimin berdebar-debar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada para shahabatnya: — “Jika pada waktu ini Quraisy mengajak kita untuk mengambil langkah ke arah dihubungkannya tali silaturahmi, pastilah kukabulkan … !”
Quraisy pun mengirim utusan demi utusan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Semua mereka diberinya keterangan bahwa kedatangannya bukanlah untuk berperang, tetapi hanyalah untuk mengunjungi Baitullah al-Haram dan menjunjung tinggi kemuliannya.
Dan setiap utusan itu kembali, Quraisy mengirim lagi utusan yang lebih bijak dan lebih disegani, hingga sampai kepada ‘Urwah bin Mas’ud ats-Tsaqafi, seorang yang lebih tepat untuk diserahi tugas seperti ini. Menurut anggapan Quraisy ia akan mampu meyakinkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk kembali pulang.
Tetapi tak lama kemudian ‘Urwah telah berada di hadapan mereka, dan berkata : – “Hai manalah rekan-rekanku kaum Quraisy … ! Saya telah pergi berkunjung kepada Kaisar, kepada Kisra: dan kepada Negus di istana mereka masing-masing, … Dan sungguh demi Allah, tak seorang raja pun saya lihat yang dihormati oleh rakyat-nya, seperti halnya Muhammad oleh para shahabatnya … !
Dan sungguh, sekelilingnya saya dapati suatu kaum yang sekali-kali takkan rela membiarkannya dapat cedera… ! Nah, pertimbangkanlah apa yang hendak tuan lakukan masak-masak…!”
Saat itu orang-orang Quraisy pun merasa yakin bahwa usaha-usaha mereka tak ada faedahnya, hingga mereka memutuskan untuk menempuh jalan berunding dan perdamaian. Dan untuk melaksanakan tugas ini mereka pilihlah pemimpin mereka yang lebih tepat…, tiada lain dari Suheil bin ‘Amar….
Kaum Muslimin melihat Suheil datang dan mengenal siapa dia. Maka maklumlah mereka bahwa orang-orang Quraisy akhirnya berusaha untuk berdamai dan mencapai saling pengertian, dengan alasan bahwa yang mereka utus itu ialah Suheil bin ‘Amar… !
Suheil duduk berhadapan muka dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan terjadilah perundingan yang berlangsung lama di antara mereka, yang berakhir dengan tercapainya perdamaian. Dalam perundingan ini Suheil berusaha hendak mengambil keuntungan sebanyak-banyaknya bagi Quraisy. Disokong pula oleh toleransi luhur dan mulia dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang mendasari berhasilnya perdamaian tersebut.
Dalam pada itu waktu berjalan terus, hingga tibalah tahun ke delapan Hijriyah …, dan Rasulullah bersama Kaum Muslimin berangkat untuk membebaskan Mekah, yaitu setelah Quraisy melanggar perjanjian dan ikrar mereka dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam Serta orang-orang Muhajirin pun kembalilah ke kampung halaman mereka setelah mereka dulu diusir daripadanya dengan paksa.
Bersama mereka ikut pula orang-orang Anshar, yakni yang telah membawa mereka berlindung di kota mereka, serta mengutamakan mereka dari diri mereka sendiri …. Kembalilah pula Islam secara keseluruhannya, mengibarkan panji-panji kemenangannya di angkasa luas….Dan kota Mekah pun membukakan semua pintunya . .;.. Sementara; orang-orang musyrik terlena dalam kebingungannya…!
Nah, menurut perkiraan anda, apakah nasib yang akan ditemui sekarang ini oleh orang-orang itu, yakni orang-orang yang telah menyalahgunakan kekuatan mereka selama ini terhadap Kaum Muslimin, berupa siksaan, pembakaran, pengucilan dan pembunuhan…?
Rupanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang amat pengasih itu tak hendak membiarkan mereka meringkuk demikian lama di bawah tekanan perasaan yang amat pahit dan getir ini. Dengan dada yang lapang dan sikap yang lunak dan lembut, dihadapkan wajahnya kepada mereka sambil berkata, sementara getaran dan irama suaranya yang bagai menyiramkan air kasih sayang berkumandang di telinga mereka: -
“Wahai segenap kaum Quraisy … ! Apakah menurut sangkaan kalian, yang akan aku lakukan terhadap kalian?”
Mendengar itu tampillah musuh Islam kemarin Suheil bin ‘Amar memberikan jawaban: -”Sangka yang baik … ! Anda adalah saudara kami yang mulia …, dan putera saudara kami yang mulia .. !”
Sebuah senyuman yang bagaikan cahaya, tersungging di kedua bibir Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kekasih Allah itu, lalu serunya: “Pergilah kalian … !Semua kalian bebas… !”
Ucapan yang keluar dari muIut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang baru saja beroleh kemenangan ini tidaklah akan diterima begitu saja oleh orang yang masih mempunyai perasaan, kecuali dengan hati yang telah menjadi peleburan dan perpaduan antara rasa malu, ketundukan dan penyesalan.
Pada saat itu juga, suasana yang penuh dengan keagungan dan kebesaran ini telah membangkitkan semua kesadaran Suheil bin ‘Amar, dan menyebabkannya menyerahkan dirinya kepada Allah Robbul ‘Alamin. Dan keislamannya itu, bukanlah keislaman seorang laki-laki yang menderita kekalahan lalu menyerahkan dirinya kepada taqdir di saat itu juga. Tetapi — sebagaimana akan ternyata di belakang nanti — adalah keislaman seseorang yang terpikat dan terpesona oleh kebesaran Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan kebesaran Agama yang diikuti ajaran-ajarannya oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan yang dipikulnya bendera dan panji-panjinya dengan rasa cinta yang tidak terkira … !
Orang-orang yang masuk Islam di hari pembebasan kota Mekah itu disebut “thulaqa’ ” artinya orang-orang yang dibebaskan dari segala hukum yang berlaku bagi orang yang kalah perang, karena mereka mendapat amnesti dan ampunan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dengan kesadaran sendiri berpindalm aqidah dari kemusyrikan ke Agama tauhid, yakni ketika beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: — “Pergilah tuan-tuan … ! Tuan-tuan semua bebas … !”
Tetapi dari segolongan orang-orang yang dibebaskan ini karena ketulusan hati mereka, kebulatan tekad dan pengurbanan yang tinggi serta ibadah dengan hati yang suci, mengantarkan mereka kepada barisan pertama dari shahabat-shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang budiman. Maka di antara mereka itu terdapatlah Suheil bin ‘Amar.
Agama Islam telah menempa dirinya secara baru. Dicetaknya semua bakat dan kecenderungannya dengan menambahkan dengan yang lainnya, lalu semua itu dipacunya untuk menegakkan kebenaran, kebaikan dan keimanan …. Orang-orang melukiskan sifatnya dalam beberapa kalimat: “Pemaaf, pemurah …, banyak shalat, shaum dan bersedekah …serta membaca al-Qur’an dan menangis disebabkan takut kepada Allah … !”
Demikianlah kebesaran Suheil! Walaupun ia menganut Islam di hari pembebasan dan bukan sebelumnya, tetapi kita lihat dalam keislaman dan keimanannya itu ia mencapai kebenaran tertinggi, sedemikian tinggi hingga dapat menguasai keseluruhan dirinya dan merubahnya menjadi seorang ‘abid ( ahli ibadah ) dan zahid ( meninggalkan kesenangan dunia untuk mendapatkan kebahagian akhirat ), dan seorang mujahid ( pejugang ) yang mati-matian berqurban di jalan Allah.
Dan tatkala Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berpulang ke Rafiqul A’la, demi berita itu sampai ke Mekah, waktu itu Suheil sedang bermukim di sana — Kaum Muslimin yang berada di sana menjadi resah dan gelisah serta ditimpa kebingungan, seperti halnya saudara- saudara mereka di Madinah.
Maka seandainya kebingungan kota Madinah dapat dilenyapkan ketika itu juga oleh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu dengan kalimat-kalimat-nya yang tegas: – “Barang siapa yang mengabdi kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka sesungguhnya Nabi Muhammad telah wafat! Dan barang siapa yang mengabdi kepada Allah, maka sesungguhnya Allah tetap hidup dan takkan mati untuk selama-lamanya ….”
Kita akan sama kagum dan terpesona melihat bahwa Suheil radhiyallahu ‘anhu, dialah yang tampil di Mekah, dan melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu di Madinah.
Dikumpulkannya seluruh penduduk, lalu berdiri memukau mereka dengan kalimat-kalimatnya yang mantap, memaparkan bahwa Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam itu benar-benar Rasul Allah dan bahwa ia tidak wafat sebelum menyampaikan amanat dan melaksanakan tugas risalat. Dan sekarang menjadi kewajiban bagi orang-orang Mu’min untuk meneruskan perjalanan menempuh jalan yang telah digariskannya.
Maka dengan langkah dan tindakan yang diambil oleh Suheil ini, serta dengan ucapannya yang tepat dan keimanannya yang kuat, terhindarlah fitnah yang hampir saja menumbangkan keimanan sebagian manusia di Mekah ketika mendengar wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam… !
Dan pada hari itu pula, lebih dari saat-saat lainnya, terpampanglah secara gemilang kebenaran dari nubuwat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam … ! Bukankah telah dikatakannya kepada Umar radhiyallahu ‘anhu ketika ia meminta idzin untuk mencabut dua buah gigi muka dari Suheil sewaktu tertawan di perang Badar : “Jangan, karena mungkin pada suatu ketika kamu akan menyenanginya ‘”
Nah, pada hari inilah, dan ketika sampai ke telinga Kaum Muslimin di Madinah tindakan yang diambil Suheil di Mekah serta pidatonya yang mengagumkan yang mengukuhkan keimanan dalam hati, teringatlah Umar bin Khatthab radhiyallahu ‘anhu akan ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam…. Lama sekali ia tertawa, karena tibalah hari yang dijanjikan itu, di saat Islam beroleh man’faat dari dua buah gigi Suheil yang sedianya akan dicabut dan dirontokkannya…!
Di saat Suheil masuk Islam di hari dibebaskannya kota Mekah …. Dan setelah ia merasakan manisnya iman, ia berjanji terhadap dirinya yang maksudnya dapat disimpulkan pada kalimat-kalimat berikut ini: — “Demi Allah, suatu suasana yang saya alami bersama orang-orang musyrik, pasti akan saya alami pula seperti itu bersama Kaum Muslimin! Dan setiap nafkah yang saya belanjakan bersama orang-orang musyrik, pasti akan saya belanjakan pula seperti itu bersama Kaum Muslimin! Semoga perbuatan-perbuatan saya belakangan ini akan dapat mengimbangi perbuatan-perbuatan saya terdahulu … !”
Dahulu dengan tekun ia berdiri di depan berhala-berhala. Maka sekarang ia akan berbuat lebih dari itu berdiri di hadapan Allah Yang Maha Esa bersama orang-orang Mu’min … ! Itulah sebabnya ia terus shalat dan shalat …,tekun shaum dan shaum segala macam ibadat yang dapat mensucikan jiwa dan mendekatkan dirinya kepada Allah Ta’ala, pasti dilakukannya sebanyak-banyaknya… !
Demikian pula di masa silam, ia berdiri di arena peperangan bersama orang-orang musyrik menghadapi Islam! Maka sekarang ia harus tampil di barisan tentara Islam sebagai prajurit yang gagah berani, untuk memadamkan perapian Nubhar yang disembah oleh orang-orang Persi dan mereka bakar di dalamnya saji-sajian rakyat yang mereka perbudak …,serta melenyapkan pula bersama para pendekar kebenaran itu kegelapan bangsa Romawi dan kedhaliman mereka, dan menyebarkan kalimat tauhid dan taqwa ke pelosok-pelosok dunia… !
Maka pergilah ia ke Syria bersama tentara Islam untuk turut mengambil bagian dalam peperangan-peperangan di sana.
Tidak ketinggalan pada pertempuran Yarmuk, saat Kaum Muslimin menerjuni pertarungan yang terdahsyat dan paling sengit yang pernah mereka alami ….
Hatinya bagaikan terbang kegirangan karena mendapatkan kesempatan yang amat baik ini, guna menebus kemusyrikan dan kesalahan-kesalahannya di masa jahiliyah dengan jiwa-raganya.
Suheil amat mencintai kampung halamannya Mekah, sampai lupa cinta yang dapat mengurbankan dirinya….Walaupun demikian, ia tak hendak kembali ke sana setelah kemenangan Kaum Muslimin di Syria, katanya- “Saya dengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Ketekunan seseorang dalam sesaat dalam perjuangan di jalan Allah, lebih baih baginya daripada amal sepanjang hidupnya …!” Hadits.
Maka sungguh saya akan berjuang di jalan Allah sampai mati, dan takkan kembali ke Mekah, Suheil memenuhi janjinya ini …. Dan tetaplah ia berjuang di medan perang sepanjang hayatnya, hingga tiba saat keberang-katannya. Maka ketika ia pergi segeralah ruhnya terbang mendapatkan rahmat dan keridlaan Allah.
Posting Komentar untuk "Suhail Bin ‘Amar | Kisah-Kisah Teladan"